Sabtu, 20/04/2024 12:05 WIB

Mengenal Batik Gonggong yang Masih "Perawan"

Indonesia menyimpan beragam keunikan di bidang fesyen, salah satunya batik. Di Tanah Air, sejumlah batik sudah akrab di telinga masyarakat, sebut saja motif megamendung di Cirebon

Batik Gonggong (Foto: Muti/Jurnas.com)

Batam, Jurnas.com – Indonesia menyimpan beragam keunikan di bidang fesyen, salah satunya batik. Di Tanah Air, sejumlah batik sudah akrab di telinga masyarakat, sebut saja motif megamendung di Cirebon, keraton di Yogyakarta, simbut di Banten, sogan di Solo, hingga kawung di Jawa Tengah.

Namun di luar batik-batik populer tersebut, masih banyak motif lain yang tak kalah elok. Salah satunya batik gonggong yang berasal dari provinsi yang berdekatan dengan negara tetangga Singapura, yakni Kepulauan Riau.

Di tengah kegiatan Gebyar Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Lapangan Engku Putri, Kota Batam, Kepulauan Riau, kami menjumpai lima siswi SMP Negeri 25 Batam yang sedang asyik membuat batik gonggong.

Tangan-tangan mereka tampak lihai mengusapkan canting yang mengeluarkan lilin berwarna kecoklatan, di atas kain putih yang terlebih dahulu sudah dibubuhi oleh sketsa tipis.

Putri Aurela, menjelaskan bahwa batik gonggong merupakan batik khas Kepulauan Riau. Yang membedakan batik gonggong dengan batik lainnya ialah motif gonggong, yakni hewan siput yang menjadi kuliner andalan masyarakat setempat.

Untuk membuat batik gonggong diperlukan waktu hingga 3-4 hari. Lamanya proses pembuatan batik gonggong dikarenakan harus melewati proses penggambaran, penyantingan, dan terakhir pewarnaan.

“Pertama digambar sketsanya dulu, setelah itu ditambah canting dari lilin. Fungsi lilin itu supaya warnanya tidak pecah atau nyebar ke mana-mana. Setelah pakai lilin, lalu dikeringkan,” terang Putri saat ditemui Jurnas.com pada Kamis (25/4).

Setelah melewati proses pengeringan, kata Putri, kini kain siap untuk diwarnai. Adapun untuk mewarnai batik gonggong terdapat dua cara, yakni dicelupkan atau menggunakan kuas.

“Kalau kuas itu tangan tidak kotor. Kalau celup itu tangan pasti kena. Makanya mending pakai kuas, jadi lebih gampang. Tapi pakai kuas harus menyeluruh,” jelas siswi kelas VIII tersebut.

Siswi lainnya, Feni, menyebut ada ketertarikan tersendiri saat menjalankan kegiatan membatik. Baginya, proses penyantingan dan pewarnaan tidak membuat dia merasa bosan. Apalagi keahlian membatik secara teori sudah Feni dapatkan lewat pelajaran seni budaya di sekolah.

“Secara teori memang di sekolah, sedangkan untuk membatiknya kami di sanggar,” ujar Feni.

Sementara guru seni budaya SMP Negeri 25 Kota Batam, Sri Harse Widyawati mengatakan pelajaran membatik tidak semata mengenalkan kesenian lokal kepada siswa, namun juga bagian dari program penguatan pendidikan karakter (PPK) yang didengungkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).

Dengan membatik, siswa belajar untuk menguatkan niat dan tekad, bekerja secara berkelompok, lalu menuangkan imajinasi dalam bentuk seni.

“Mereka yang memilih, tidak kami paksakan. Mereka mengeluarkan imajinasinya sendiri,” kata Sri.

Dalam kesempatan terpisah, Staf Ahli Mendikbud Bidang Pembangunan Karakter Ari Budiman menyebut secara regulasi PPK sudah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017.

Dari perpres tersebut, seluruh pihak diajak melakukan restorasi pendidikan melalui tiga hal, yakni reformasi sekolah, penguatan peran keluarga, dan peran aktii masyarakat dalam menyiapkan SDM.

“Tahun 2045 yang bertepatan dengan 100 tahun Indonesia merdeka, Indonesia akan memasuki masa yang kita namai dengan Indonesia Emas 2045. Pada masa itu, Indonesia diprediksi akan mendapatkan bonus demografi, dengan mayoritas penduduk berada di usia produktif,” tutur Ari.

KEYWORD :

Batik Gonggong Kepulauan Riau




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :