Sabtu, 20/04/2024 14:17 WIB

India Keluarkan Aturan Baru Kontroversial di Kashmir

Mahmud memperingatkan larangan terhadap partai politik seperti Jamaat akan merugikan India sendiri.

Peta India dan Pakistan (Foto: Al Jazeera)

Kashmir, Jurnas.com  - Pemerintah India mengeluarkan dua aturan kontroversial yang menimbulkan kekhawatiran baru di Kashmir. Salah satunya adalah melarang Jamaat-e-Islami Kashmir.

Jamaat-e-Islami Kashmir adalah sebuah organisasi sosial, keagamaan, dan politik yang berpengaruh di Kashmir.

Menurut India, Jamaat-e-Islami Kashmir adalah ancaman terhadap keamanan dalam negeri India.

Sementara regulasi lain yang disahkan kabinet di bawah perdana menteri India adalah menyetujui peraturan yang mengubah posisi khusus Jammu dan Kashmir.

Kepada Anadolu Agency, Mantan Penasihat Jenderal Kashmir, Jehangir Iqbal Ganai, menyatakan cara India mengamandemen konstitusi ini adalah sebuah tindakan yang bermasalah.

"Metode yang dilakukan India tidak benar. Jika Anda membaca Pasal 370, dikatakan setiap amandemen harus memiliki persetujuan dari pemerintah terpilih di Jammu dan Kashmir, dan bukan dari calon pemerintah," kata Ganai.

Jammu dan Kashmir belum memiliki pemerintahan terpilih sejak Juni 2018. Kini daerah itu dijalankan oleh gubernur yang ditunjuk di bawah pemerintahan presiden.

Irshad Mahmud, seorang pakar Islam di Kashmir yang berbasis di Islamabad, berpendapat langkah itu adalah upaya India untuk melakukan integrasi terhadap Kashmir.

"Penghapusan status khusus lembah (Kashmir) dan akhirnya merger dengan India, adalah impian lama New Delhi. Aturan ini adalah upaya pertama ke arah itu,"a kata Mahmud, yang mengepalai Pusat Pemikiran untuk Perdamaian, Pembangunan dan Reformasi, berbasis Islamabad.

Semua partai politik besar Kashmir pro-India menyebut tindakan itu sebagai pelanggaran terhadap status khusus Kashmir di dalam Uni India.

Mereka mengaku akan menentang amandemen tersebut. 

Sedangkan Mantan Ketua Menteri Jammu dan Kashmir Mehbooba Mufti menyebut India telah melakukan "vandalisme konstitusional".

Larangan Jamaat-e-Islami Kashmir

Pemerintah melarang organisasi itu untuk jangka waktu lima tahun.

India mengklaim jika Jamaat-e-Islami Kashmir tidak dilarang akan berdampak pada meningkatnya gerakan separatis dan kekerasan di India.

Selama seminggu terakhir, pasukan India di Kashmir telah menangkap lebih dari 300 pemimpin dan aktivis organisasi, termasuk pemimpin tertingginya.

"Pemerintah Modi telah secara konsisten mengklaim keberhasilan melawan militansi di Kashmir.N Namun semuanya terbukti keliru lewat kejadian serangan Pulwama," ujar analis politik Sheikh Showkat kepada Anadolu Agency.

Jamaat-e-Islami, kata Showkat, memiliki sekitar 6.000 anggota, tetapi mereka memiliki pengaruh yang jauh lebih besar di seluruh wilayah Kashmir.

"Ini adalah organisasi dengan ideologi dan pandangan hidup. Anda bisa mengalahkan mereka dengan [menandingi] pemikirannya, bukan dengan melarangnya," tambahnya.

Mahmud juga memiliki pandangan serupa.

"Larangan Jamaat bukan untuk pertama kalinya. Itu telah dilarang oleh pemerintah (mantan kepala menteri) Shaikh Abdullah pada tahun 1977. Tetapi partai tersebut terus beroperasi dengan menggunakan nama yang berbeda - Falah-e-Aam Trust," katanya.

"Di atas semua itu, saya percaya larangan itu tidak akan bertahan di pengadilan karena Jamaat adalah partai politik utama, terutama di Kashmir selatan. Mereka telah menjauhkan diri dari militansi beberapa dekade lalu. Bahkan kemudian, jika larangan itu bertahan, mereka akan beroperasi dengan nama lain seperti terjadi di masa lalu,” ujar Mahmud.

Mahmud memperingatkan larangan terhadap partai politik seperti Jamaat akan merugikan India sendiri.

"Jika tidak ada jalan keluar politik bagi rakyat, terutama kaum muda, mereka akan lebih rentan terhadap militansi," terang Mahmud. (Anadolu)

KEYWORD :

Konflik India Pakistan Serangan Teroris AsiaSelatan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :