Rabu, 17/04/2024 00:55 WIB

KPK Diminta Jerat Koruptor Pasal TPPU

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai masih minim menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan pasal gratifikasi terhadap tindak kejahatan korupsi.

Gedung KPK

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai masih minim menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan pasal gratifikasi terhadap tindak kejahatan korupsi.

Padahal, TPPU dan gratifikasi dapat membantu penegak hukum untuk memulihkan kerugian negara akibat korupsi dan memberikan efek jera terhadap koruptor.

Atas dasar itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong KPK menjerat sejumlah mantan penyelenggara negara atau pihak lain yang memiliki pengaruh besar dengan TPPU, seperti mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.

Koordinator ICW, Adnan Topan mengatakan, KPK seharusnya menjerat Ratu Atut dengan TPPU seperti halnya adiknya, Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan yang telah menyandang status tersangka kasus pencucian uang sejak 2014 lalu.

Selain itu, ICW juga mendorong KPK menerapkan pasal pencucian uang kepada mantan Ketua DPR sekaligus mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto yang kini menjadi terpidana kasus korupsi e-KTP.

"Kenapa Ratu Atut tidak dijerat juga. Karena itu kan satu paket (dengan Wawan). Begitu pun yang lain. Yang jelas-jelas super kaya. Setnov (Setya Novanto) misalnya, itu kan juga tidak dijerat dengan TPPU sampai hari ini," kata Adnan, usai konferensi pers `Menakar Urgensi MLA antara Indonesia dan Swiss` di Kantor ICW, Jakarta, Kamis (14/2).

Tak hanya Ratu Atut dan Setnov, Adnan menyatakan, penegak hukum khususnya KPK seharusnya sudah memiliki standar untuk langsung menerapkan TPPU terhadap penyelenggara negara atau orang berpengaruh tersandung kasus korupsi.

Hal ini lantaran orang-orang tersebut atau yang dikenal dengan istilah politically exposed person (Pep) memiliki kewenangan atau pengaruh dalam mengambil keputusan terkait sumber daya masyarakat.

"Politically exposed person ini adalah orang-orang yang punya kekuasaan dan kewenangan besar dalam mengambil keputusan dan dalam mengelola resources publik. Mereka ini suspect utama dari TPPU di sebuah negara yang korupsinya masih tinggi," tegas Adnan.

Berdasar data penanganan korupsi sepanjang 2018 yang ditelusuri ICW, dari 454 kasus korupsi, hanya tujuh kasus yang menerapkan TPPU, yakni enam kasus TPPU ditangani KPK, dan satu kasus Kejaksaan, sementara kepolisian tidak menerapkan TPPU. KPK sendiri belum secara maksimal menerapkan TPPU dan gratifikasi terhadap kepala daerah yang terjerat kasus korupsi.

Dari 28 kepala daerah yang ditangkap dalam OTT sepanjang 2018, hanya 17 persen yang dijerat pasal gratifikasi dan hanya tiga persen yang dijerat TPPU. Akibat tidak menerapkan TPPU dan gratifikasi, kerugian negara yang bisa diselamatkan atau dikembalikan kepada negara pun masih terbilang minim.

Penanganan korupsi sepanjang 2017 tercatat total kerugian negara mencapai Rp 29,4 triliun. Namun, dari jumlah itu hanya Rp 1,5 triliun yang berhasil diselamatkan atau dikembalikan ke negara atau hanya 5 persen dari total kerugian negara.

Ditegaskan Adnan, penegakan hukum terkait kasus korupsi yang tidak meletakkan asset recovery atau pemiskinan koruptor sebagai prioritas dipastikan tidak akan menimbulkan efek jera. Tanpa pemiskinan, koruptor masih memiliki kekuatan untuk hidup mewah, mengendalikan organisasi bahkan melakukan kejahatan kembali dengan menyuap petugas.

Selain itu, pemulihan kerugian negara akibat korupsi dengan pendekatan tindak pidana pencucian uang jauh lebih efektif dibandingkan menggunakan pendekatan pidana korupsi berbentuk suap. Adnan pun mencontohkan kasus mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin.

Saat ditangkap KPK, Fuad Amin disangka menerima suap sekitar Rp 700 juta. Namun, dengan penerapan TPPU, KPK menelusuri aset Fuad Amin hingga Rp 400 miliar untuk dikembalikan ke negara.

"Itu sebenarnya logika dari TPPU yang sebenarnya membantu penegak hukum untuk mempercepat upaya-upaya pengembalian aset. Padahal secara natural mereka yang melakukan korupsi itu adalah sesuatu yang dilakukan rutin sehingga sifatnya akumulatif. Aset yang mereka kumpulkan itu pun akhirnya akumulatif," tegasnya.

KEYWORD :

Kasus Korupsi Pasal TPPU KPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :