Kamis, 25/04/2024 16:49 WIB

DPR Didesak Rampungkan RUU Sumber Daya Air

Firdaus Ali mengatakan, hal ini bertujuan memastikan adanya payung hukum, pasca keputusan MK tahun 2015 yang mencabut UU Nomor 7/2004.

Diskusi panel RUU SDA di ITB

Bandung – Dewan Perwakilan Rakyat RI diminta segera merampungkan RUU Sumber Daya Air (SDA) yang kini sedang dibahas di Komisi V. Staf Khusus Kementerian PUPR Firdaus Ali mengatakan, hal ini bertujuan memastikan adanya payung hukum, pasca keputusan MK tahun 2015 yang mencabut UU Nomor 7/2004.

“Kita tidak punya kemewahan waktu, tersisa 162 Daftar Isian Masalah (DIM) yang saya pikir bisa diselesaikan dalam satu bulan,” kata Firdaus dalam diskusi panel yang digelar oleh Perhimpuan Air Tanah Indonesia (PAAI) di Institut Teknologi Bandung (ITB), pada Kamis (10/1).

Menurut dia, dalam pengelolaan sumber daya air, pemerintah tidak bisa sendirian, melainkan perlu peran swasta. China saja, lanjut Firdaus, sebagai negara yang kuat secara finansial, masih membutuhkan peran  swasta untuk melayani kebutuhan air rakyatnya.

“Di Indonesia, ketika swasta diberi izin pengusahaan air, harus ada reward dan punishment. Ini adalah sebuah pilihan yang tidak bisa dihindari,” kata Firdaus.

Firdaus mengaku telah menerima banyak pengaduan masyarakat terkait perijinan pengelolaan sumber daya air, salah satunya adalah kiriminalisasi oleh penegak hukum kepada pihak pelaku indutsri. Di antara kasus yang mengemuka ialah kriminalissi perusahaan air minum di Sukabumi.

“Negara harus menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Dan, penguasaan negara atas sumber daya air diselenggarakan oleh pemerintah sebagai bentuk perlindungan kepada setiap warga negara,” terangnya.

Diketahui, RUU SDA memiliki 68 bab, 78 pasal, dan 194 ayat. Dari pasal-pasal tersebut, pemerintah sudah menyerahkan Daftar Isian Masalah (DIM) ke DPR untuk dibahas pada Juni 2018. Dari total 604 DIM, yang sudah disepakai sebanyak 442 DIM. Sisanya, 162 DIM belum dibahas.

“Seyogyanya DPR bisa menyelesaikannya dalam satu bulan, tapi karena mereka sibuk kampanye terkait masa Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif, pembahasan ini menjadi tertunda,” ucapnya di depan 200-an peserta mulai dari akademisi, tenaga ahli, asosiasi, dan pelaku industri.

Evan, salah seorang  anggota Asosiasi Pengusaha Air Minum (Aspadin) Jabar mengungkapkan, berlarut-larutnya masalah RUU SDA membuat usahanya tidak memiliki kepastian hukum.  Menurut dia, di Jabar dan Banten ada 150-an perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Hingga kini mereka menunggu kepastian hukum terkait pengesahan RUU SDA

“Sejak RUU ini dibahas dan hingga kini belum selesai, telah terjadi kriminalisasi di lapangan. Kami  menghadap proses-proses hukum hingga kesulitan pengurusan perizinan. Mengurus izin saja sampai setahun,” ungkap Evan.

Sementara Ketua Aspadin Rahmat Hidayat  berharap RUU SDA segera disahkan dengan tetap menjunjung tinggi kedaulatan negara.

UU SDA tidak boleh keluar dari 6 prinsip MK, antara lain menjunjung tinggi hak air untuk rakyat, selanjutnya, setelah hal-hal yang wajib dipenuhi, tetap harus ada izin secara ketat untuk swasta tetap berusaha.

Rahmat juga meluruskan persepsi yang salah dimasyarakat bahwa sektor Industri menguasai sumber air, sehingga perusahaan bebas mengambil air dan akses air untuk masyarakat terhambat.

Faktanya, kata dia, pelaku industri mengusahakan air melalui mekanisme perizinan oleh pemerintah yang sangat ketat, debit dibatasi, ada kewajiban-kewajiban pemegang izin dan diawasi secara ketat oleh pemerintah, masa berlaku izin dibatasi, dan ada mekanisme perpanjangan izin. Pelaku usaha wajib memberi akses air bersih kepada masyarakat.

Dalam kesempatan yang sama, Asisten Deputi Infrastruktur SDA Kementerian Perekonomian Muhammad Zainal  Fatah menambahkan, industri tidak boleh mati dengan pengaturan-pengaturan baru. Yang harus ditekankan, RUU ini tidak membentur filosofi legal.

“Jangan sampai RUU SDA ini membuat kehebohan dan kegaduhan baru, sehingga hanya ribut pada persoalan bagaimana menyelesaikan urusan internal,” ujar Fatah. 

Fatah mengatakan, hingga kini pemerintah belum mampu menyediakan air minum. Sehingga perlu peran swasta dalam mengusahakan air minum, tapi industri juga harus mencegah dampak kerusakan lingkungan terkait pengusahaan air minum.

“Di RUU ini ada penegasan bagaimana kita membuat konservasi, membuat reboisasi, sendimentasi,  dan  upaya-upaya konservasi terhadap air tanah, dan pengendalian kerusakan air tanah,” tandasnya.

KEYWORD :

RUU SDA Air Minum




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :