Jum'at, 26/04/2024 01:58 WIB

Parlemen Irak Kutuk Kunjungan Trump

Menurut pemimpin blok parlemen Islah, Sabah al Saadi, Trump secara gamblang telah melanggar kedaulatan Irak.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump (Foto: Asiancoresspondent)

Baghdad – Parlemen Irak mengutuk kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Rabu (26/12) kemarin. Menurut pemimpin blok parlemen Islah, Sabah al Saadi, Trump secara gamblang telah melanggar kedaulatan Irak.

“(parlemen) Harus menghentikan tindakan agresif Trump, yang seharusnya tahu batas-batasnya. Pendudukan AS di Irak sudah berakhir,” tegas Saadi dilansir dari Reuters pada Kamis (27/12).

Hal senada juga dilontarkan blok Bina, oposisi Islah di parlemen. Pemimpin milisi yang didukung Iran Hadi al-Amiri keberatan dengan perjalanan Trump ke Irak.

“Kunjungan Trump adalah pelanggaran nyata dan jelas terhadap norma-norma diplomatik, dan menunjukkan penghinaan dan permusuhannya dalam berurusan dengan pemerintah Irak,” demikian pernyataan Bina.

Sebelumnya, pertemuan antara Trump dan Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi dibatalkan, karena adanya ketidaksepakatan tempat.

Trump yang sudah berada di pangkalan udara Irak Ain al-Asad, kemudian melakukan pembicaraan dengan Abdul Mahdi melalui sambungan telepon.

Kunjungan Trump datang di tengah latar belakang meningkatnya ketegangan antara Washington dan Teheran, ketika Washington berupaya untuk melawan pengaruh Iran di Timur Tengah. Pembentukan pemerintah Irak juga terhenti di tengah meningkatnya perselisihan antara blok Islah dan Bina.

Falih Khazali, mantan pemimpin milisi yang menjadi politisi Bina, menuduh AS ingin meningkatkan kehadirannya di Irak. “Kepemimpinan Amerika dikalahkan di Irak dan ingin kembali lagi dengan dalih apa pun, dan inilah yang tidak akan kami izinkan,” tegasnya.

Bina mengatakan kunjungan Trump “menempatkan banyak tanda tanya tentang sifat kehadiran militer A.S. dan tujuan sebenarnya, dan apa yang bisa ditimbulkan oleh tujuan-tujuan ini bagi keamanan Irak.”

Di sisi lain, Islah dipimpin oleh ulama Syiah Moqtada al-Sadr. Sadr telah lama menentang kehadiran AS di Irak sejak invasi pimpinan A menggulingkan Saddam Hussein pada tahun 2003.

Milisi Syiah Irak atau PMF, yang banyak di antaranya didukung oleh Iran, menentang kehadiran pasukan AS di wilayah tersebut. PMF secara resmi menjadi bagian dari pasukan keamanan tahun ini setelah membantu militer mengalahkan Negara Islam di Irak pada 2017.

“Irak akan menanggapi dengan keputusan parlemen untuk menggulingkan pasukan militer Anda (AS). Dan jika mereka tidak pergi, kami memiliki pengalaman dan kemampuan untuk menyingkirkan mereka dengan cara lain yang sudah biasa dilakukan pasukan Anda,” ujar Qais al-Khazali, pemimpin milisi Asaib Ahl al-Haq di Twitter.

KEYWORD :

Donald Trump Parlemen Irak




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :