Jum'at, 26/04/2024 06:18 WIB

10 Orang Meninggal, Demo BBM di Sudan Masih Berlanjut

Harga roti naik lebih dari tiga kali lipat sejak awal tahun ini setelah keputusan pemerintah untuk menghentikan impor gandum yang dibiayai negara.

Aksi unjuk rasa di Sudan memasuk hari ke empat (Foto: Reuters)

Atbara - Setidaknya sudah 10 orang yang tercatat meninggal dalam aksi unjuk rasa di Sudan minggu ini. Demonstran memprotes kenaikan harga bahan pokok dan kesengsaraan ekonomi lainnya.

Keputusan pemerintah menaikkan harga sepotong roti dari satu pound Sudan menjadi tiga (dari sekitar dua hingga enam sen AS) memicu demonstrasi di seluruh negara itu pada Rabu (19/12).

Protes pertama kali meletus di kota Atbara di timur sebelum menyebar ke Gadarif, juga di Sudan timur, dan kemudian ke ibukota, Khartoum, kota kembarnya Omdurman dan daerah lainnya.

Pihak berwenang pada Kamis (20/12) mengeluarkan keadaan darurat di kota timur Gadarif, kata legislator Al-Tayeb al-Amine Tah kepada penyiar lokal Sudania 24, tanpa memberikan rincian lebih lanjut. Dua demonstran juga tewas di kota Atbara di timur laut.

Sekedar diketahui, Demonstran menyear di seluruh Sudan atas kenaikan biaya roti dan bahan bakar dan kesulitan ekonomi lainnya, termasuk inflasi yang meroket dan batasan penarikan bank.

Ekonomi negara itu berjuang untuk pulih dari hilangnya tiga perempat dari produksi minyaknya sejak Sudan Selatan memisahkan diri pada 2011, untuk menjaga sebagian besar ladang minyak.

Kesengsaraan ekonomi negara itu memburuk dalam beberapa tahun terakhir, bahkan saat Amerika Serikat (AS) mencabut sanksi perdagangan 20 tahun pada Sudan pada Oktober 2017.

Harga roti naik lebih dari tiga kali lipat sejak awal tahun ini setelah keputusan pemerintah untuk menghentikan impor gandum yang dibiayai negara.

Sejumlah toko roti menghentikan produksinya, dengan alasan kekurangan tepung. Ini memaksa pemerintah untuk meningkatkan subsidi tepung sebesar 40 persen pada bulan November.

Sementara itu, nilai pound Sudan merosot 85 persen terhadap dolar AS tahun ini, sementara inflasi melonjak hampir 70 persen pada September.

Pada Oktober, Sudan mendevaluasi tajam mata uangnya dari 29 pound menjadi dolar menjadi 47,5 setelah badan bank dan penukar uang menetapkan nilai tukar negara.

Langkah ini menyebabkan kenaikan harga lebih lanjut dan krisis likuiditas, sementara kesenjangan antara tingkat resmi dan pasar gelap terus melebar.

Krisis ekonomi adalah salah satu ujian terbesar yang dihadapi oleh Presiden Omar Hassan al-Bashir, yang mengambil alih kekuasaan dalam sebuah kudeta pada tahun 1989.

Dalam beberapa bulan terakhir, ia telah membubarkan pemerintah, menunjuk gubernur bank sentral yang baru dan membawa paket reformasi, tetapi langkah tersebut tidak banyak membantu memperbaiki situasi.

KEYWORD :

Bahan Bakar Sudan Harga Roti




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :