Sabtu, 20/04/2024 02:27 WIB

Udang, Tuna, dan Patin Masih Jadi Primadona Ekspor

Hingga September 2018, udang menduduki posisi tertinggi pertama yaitu sebesar US$1.302,5 juta (37 persen)

Direktur Jenderal PDSPKP Rifky Effendi

Jakarta – Tiga komoditas produk perikanan yang meliputi udang, tuna, dan patin masih menjadi primadona ekspor Indonesia. Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), Rifky Effendi Hardijanto.

Hingga September 2018, udang menduduki posisi tertinggi pertama yaitu sebesar US$1.302,5 juta (37 persen), lalu tuna sebesar US$433,6 juta (12,3 persen). Nilai ini naik dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017, dengan kenaikan sebesar empat persen untuk udang dan 21,9 persen untuk tuna.

“Ke depan bukan hanya udang saja, tapi tuna, dan patin akan kita tingkatkan ekspornya,” kata Rifky di sela-sela perayaan Hari Ikan Nasional (Harkannas) 2018 di Jakarta, pada Rabu (21/11).

Untuk Patin sendiri, lanjut Rifky, Indonesia baru meluncurkan Patin dengan merek “Indonesian Pangasius – The Better Choice”, yang diluncurkan bersamaan dengan pameran SEAFEX di Dubai pada 30 Oktober 2018 lalu. Harapannya setelah branding ini, Patin akan menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan yang mampu memanangkan pasar dunia.

Rifky menerangkan, patin atau Indonesian Pangasius memiliki keunggulan yang dikembangkan dengan probiotik, dan dibudidayakan dalam kolam dengan air tanah yang bersih, serta dengan kepadatan yang lebih rendah dibandingkan negara lain.

“Branding itu sangat penting. Karena dengan brand itulah kita bisa dikenal oleh dunia. Jadi ketika brand sudah dikenal. Dunia bisa langsung ambil ikan dari kita tidak lewat perantara negara lain. Sehingga secara nilai ekspor perikanan nasional terus meningkat,” ujarnya.

Budaya Gemar Makan Ikan

Dalam rangka memperingati Harkannas 2018, Rifky sekaligus mengajak masyarakat untuk meningkatkan konsumsi makan ikan, sebagai salah satu solusi peningkatan gizi masyarakat.

Menurut Rifky, ikan mengandung sumber protein yang sangat besar. Karena itu, dengan makan ikan, maka generasi penerus bangsa bisa hidup lebih sehat.

“Oleh karenanya, kami mengajak seluruh elemen masyarakat bukan sekedar mengkonsumi saja tapi turut serta menggerakan makan ikan menjadi suatu budaya bangsa,” tutur Rifky.

Adapun tren konsumsi ikan nasional per kapita per tahun dalam lima tahun terakhir, selalu mengalami kenaikan. Pada 2014 jumlahnya sebesar 38,14 kilogram (kg) per kapita per tahun. Selanjutnya pada 2015 yakni 40,9 kg per kapita per tahun; pada 2016 sebesar 43,88 kg per kapita per tahun; lalu 2017 yaitu 47,12 kg per kapita per tahun; dan pada 2018 menjadi 50 kg per kapita per tahun.

Sementara untuk 2019, Rifky menargetkan konsumi perikanan nasional menjadi 54,49 per kapita per tahun. “Ini bukti kalau masyarakat kita sudah mulai sadar akan pentingnya mengkonsumsi ikan bagi kesehatan,” lanjutnya.

Kendati ada kenaikan, Rifky menekankan agar konsumsi ikan nasional per kapita pertahunnya tidak kalah dari negara tetangga, seperti Malaysia (70 kg per kapita per tahun), Singapura (80 kg per kapita per tahun), dan Jepang (mendekati 100 kg per kapita per tahun).

“Kita negara kepualauan mempunyai komoditas ikan yang beragam baik ikan tangkapan (laut, red) atau ikan budidaya, dan stok ikan kita terus berlebih. Harapannya konsumsi ikan nasional kita bisa menyamai negara-negara lain syukur-syukur bisa menyamai negara Jepang,” sambungnya.

Dengan makan ikan, lanjut Rifky, diharapkan mampu menjadi solusi atas masalah-masalah kesehatan, salah satunya kekurangan gizi yang menyebabkan stunting. Sebab ikan merupakan komoditas pangan yang paling mudah didapat di Indonesia, di samping harganya juga terjangkau.

“Dan selain itu juga mempunyai kandungan gizi yang tinggi terutama kandungan protein dan omega 3. Makanya mari budayakan makan ikan,” tandasnya.

KEYWORD :

Ikan Nasional Ekspor Impor Rifky Effendi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :