Jum'at, 19/04/2024 13:55 WIB

Kongres IPPAT Dituding Tuai Kontroversi

alasan keberatan atas hasil Kongres VII IPPAT di Makasar antara lain bahwa pada pelaksanaan pemilihan Ketua Umum, kongres diwarnai kejanggalan tentang jumlah total suara pemilih. Terdapat kelebihan surat suara di dalam kotak suara yang dihitung dengan jumlah total pemilik hak suara dalam kongres. 

Forum Kajian Hukm Demokrasi menggelar diskusi untuk mencari solusi kisruh kongres IPPAT, Minggu (18/11) di Jakarta

Jakarta - Forum Kajian Demokrasi Hukum mengadakan diskusi untuk membahas terkait kisruh Kongres Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) yang belum menemui titik terang, setelah sebelumnya sejumlah aggota IPPAT melayangkan surat gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 26 September lalu.

Pihak Tergugat adalah Ketua Umum dan Sekretaris PP IPPAT Periode 2015-2018, panitia pelaksana kongres, serta jajaran Presidium Kongres VII IPPAT yang diselenggarakan di Makasar tanggal 27-28 Juli 2018 lalu.

Gugatan PMH tersebut merupakan puncak dari keberatan Anggota IPPAT atas hasil Kongres VII IPPAT yang diduga menuai kontroversi seperti sarat kecurangan, manipulasi, intimidasi serta bertentangan dengan AD/ART organisasi.

“Wajar jika anggota IPPAT menggugat soal kisruh pasca kongres ke pengadilan, karena kepastian hukum dan keadilan bagi anggota organisasi harus ditegakan, terlebih IPPAT merupakan organisasi pejabat pembuat akta tanah yang memiliki irisan langsung dengan kepentingan publik,” ujar Nungki Kartikasari, Koordinator Forum Kajian Hukum dan Demokrasi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (18/11).

Menurut Alvon Kurnia Palma, SH Kuasa Hukum Penggugat, alasan keberatan atas hasil Kongres VII IPPAT di Makasar antara lain bahwa pada pelaksanaan pemilihan Ketua Umum, kongres diwarnai kejanggalan tentang jumlah total suara pemilih. Terdapat kelebihan surat suara di dalam kotak suara yang dihitung dengan jumlah total pemilik hak suara dalam kongres.

"Selisih suara sebesar 320 dari daftar pemilih tetap pada saat pembukaan kongres untuk penghitungan quorum rapat berjumlah 3.787 suara, dimana formatur calon ketua umum 4212 suara, calon MKP (Majelis Kehormatan Pusat) 3892 suara. Artinya ada perbedaan jumlah suara pada saat memilih caketum dengan MKP yaitu sejumlah 425 suara tidak sah," ujar Alvon, Minggu (18/11) di Jakarta.

Menurut Alvon bahwa permasalahan krusial lain misalnya terdapat anggota luar biasa yang seharusnya tidak mempunyai hak suara namun memberikan hak suara sama seperti anggota biasa.

"Bahkan ada surat suara yang berbeda warna, yang kemungkinan dicetak di dua tempat yang berbeda, yakni di Makassar dan Jakarta," tambah Alvon.

Namun menurut Dr Syafran Sofyan selaku Ketua Umum PP IPPAT Periode 2015-2018, bahwa berdasarkan berita acara kongres sudah berjalan sesuai dengan ketetapan AD/ART.

Menurutnya, isu-isu terkait kecurangan atau kejanggalan dalam kongres IPPAT harus dipertanyakan. Pasalnya bagi Sofyan banyak isu-isu yang kemudian belum bisa dibuktikan kebenarannya. Seperti lebihnya surat suara dan adanya perbedaan warna surat suara

"Saya pastikan bahwa kelebihan surat suara itu tidaklah benar, karena apa yang dicetak sudah sesuai dengan berita acara. Dan terkait adanya surat suara yang berbeda warna, itu juga tidaklah tepat karena surat suara dicetaknya di satu tempat," kata Sofyan.

Ia juga menepis bahwa dirinya menerima sejumlah uang dari salah satu kandidat calon ketum IPPAT untuk membantu pemenangan calon tersebut.

"Saya akan memberikan Rp1 Miliar kalau bisa membuktikan bahwa saya menerima uang dari salah satu calon," tegasnya.

KEYWORD :

Kisruh Kongres IPPAT Kasus Hukum




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :