Kamis, 18/04/2024 15:15 WIB

Mereka yang Dibungkam Orba, Ternyata Masih Ada

Ada yang tak pernah jumpa hampir dua puluh tahun. Jabat tangan dan pelukan hangat menjadi pemandangan utama dalam acara itu.

Narendro, salah satu aktivis yang hadir pada temu kangen rakyat demokratik bersama aktivis lainnya.

"Mari Berdemokrasi" adalah tag line acara ini. Acara yang digelar kemarin (30/6/2028) di "Rumah Sarwono" Pasar Minggu, bertajuk halal bihalal dan temu kangen para eksponen Rakyat Demokratik.

Tag line tersebut diambil dari sebuah foto dengan membentangkan spanduk : "Mari Berdemokrasi". Yang berpose dalam foto itu adalah mahasiswa Fakultas Sastra Undip yang baru selesai menggelar Mimbar Bebas, tepat pada tanggal 10 Desember 1992.

Sebuah mimbar bebas yang menandai berakhirnya ketakutan mahasiswa melakukan perlawanan kepada Rezim Orba, selepas mereka direpresif pada bulan Mei 1993 ketika menggelar "Apel Siaga Golput". Selepas acara itu, dua mahasiswa ditangkap, dan kemudian diadili.

Dan acara temu kangen ini memang dihadiri aktivis mahasiswa, buruh, tani, kaum miskin kota yang mulai bergerak melawan Kediktatoran Soeharto, sejak tahun 1988. Mereka adalah aktivis yang pergerakannya dimulai dari kelompok diskusi, kemudian menjadi radikal.

Dimulai dari tingkat kota, kemudian berkonsolidasi secara nasional. Terbentuk Persatuan Rakyat Demokratik, kemudian SMID, PPBI, STN, Jaker, SRJ, SRS. Mencapai momentum puncak pada pendirian PRD. Digebuk dan harus melawan secara klandestin. Mengorganisir komite-komite aksi tingkat kota. Tumbuh dan kekuatan radikal membesar. Dan tumbangkan Rezim Orba.

Ada yang tak pernah jumpa hampir dua puluh tahun. Jabat tangan dan pelukan hangat menjadi pemandangan utama dalam acara itu. Sebagai bentuk dari rasa kangen. Acara yang menjadi favorit adalah berfoto bersama. Semua tersenyum dan bahagia.

Yang hadir tak melulu dari Jakarta. Seperti kawan-kawan Palu berjumlah puluhan, mereka begitu antusias terbang ke Jakarta. Tak mau ketinggalan Jateng DIY, sebelum acara mereka terlebih dahulu konsolidasi dengan tajuk "reuni massa cair" Jateng DIY. Kota seperti Palembang dan Lampung, bisa dibilang mereka datang dengan rombongan besar.

Yang bikin terharu, rombongan dari Jawa Tengah hadir sewa mobil "patungan". "Pokoknya hadir walau uang patungan dari jual beras. Semangat kami masih kayak dulu, masih satu rasa. Walau dari kami ada yang sudah menjadi Menteri, duduk menjadi anggota legislatif, pengusaha, bahkan ada yang pengangguran, bukan mengemis tujuan datang. Tapi kebersamaan," ujar Gepeng.

"Saya hanya ingin mengenang dan bertemu dengan kawan-kawan perjuangan dulu. Melawan orde baru dengan darah. Dengan menginap di pabrik-pabrik, merangkul petani, dan kaum miskin kota. Hanya ada catatan sejarah yang bisa terukir untuk anak kami. Bahwa perjuangan itu harus dari nurani, bukan karena ingin mengemis lalu kemudian tertindas raganya," ujar Echol, aktivis SMID Palu.

Lantas, apa hanya melepas kangen? Ternyata panitia berusaha membuka jalan  agar hasil reuni ada sesuatu yang berarti. Memang kami tidak akan membentuk satu kelompok berkarakter politik lagi. Atau paling tidak untuk saat ini. Karena perbedaan garis politik di antara kami sudah begitu tajam. Sangat sulit untuk disatukan lagi.

Panitia menggelar beberapa meja diskusi, antara lain tentang kegiatan bisnis, forum penelitian, forum penulisan sejarah dll. Harapannya, ada satu titik temu diantara kami, dengan program-program itu.

Aku sendiri ketika diberi kesempatan memberi kata sambutan melontarkan perlunya kawan-kawan menulis sejarah gerakan PRD dan ormas-ormasnya. Bisa tema Sejarah  SMID, STN dll. Atau bagaimana gerakan muncul di Palu.

Sejarah dan peran KPRP di Yogyakarta. Semua ini untuk mengisi kekosongan tulisan para ilmuan sosial menulis PRD dan gerakan menumbangkan Soeharto.

Beberapa tokoh yang dulu banyak membantu kawan-kawan juga diberi kesempatan berbicara seperti Pendeta Gomar Gultom (Sekum PGI) yang pernah menampung Budiman Sudjatmiko dkk. Padahal, Budiman saat itu buronan utama aparat, selepas peristiwa 27 Juli 1996.

Ada juga Ribka Tjiptaning, dulu sekitar tahun 1995, kliniknya di jalan Haji Menchong menjadi tempat berobat anak-anak SMID. Ada juga Romo Bambang, saat itu ada di Palembang juga menyelamatkan anak-anak PRD.

Kami menyanyikan lagu "Darah Juang" dengan khusyuk yang bikin begetar . Jhon Tobing sang pencipta lagu itu memimpin dan dibantu iringan suara biola yang dimainkan anaknya Narendro.

 "Setiap menyanyikan lagu ini aku merasa ingin menangis," ujar Kelik Ismunandar yang datang jauh dari Kalimantan.

Melihat kawan-kawan menyanyikan lagu ini dengan begitu penghayatan, rasanya aku melihat masih ada ikatan batin yang kuat di antara kami semua. Semoga bila darah juang memanggil, memungkinkan kawan-kawan bisa mengangkat perlawanan secara bersama.

Ternyata kami yang dulu berdiri sebagai rakyat demokratik, masih ada. Masih dengan kepalan tangan kiri yang kokoh walau usia tak lagi muda seperti dulu. Walau berjalan dengan penyanggah, walau ada rekan yang hadir dengan kursi roda, hingga dari daerah yang dengan iklas datang untuk sekedar menyapa semalam saja. Salam Kebebasan. (Catatan dari Petrus Haryanto)


KEYWORD :

Partai Rakyat Demokratik Gerakan Mahasiswa Aktivis




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :