Selasa, 23/04/2024 19:07 WIB

BK DPR Akui Parlemen Korea Lebih Maju, Ini Alasannya

Legislative Consuling Office atau Pusat Perancangan Undang-Undang Parlemen Korea Selatan dinilai jauh lebih maju dan berkembang jika dibandingkan dengan DPR RI.

Kepala Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI Asep Ahmad Saefulloh bersama sekretariat parlemen Korea. (Foto: Humas DPR)

Jakarta - Legislative Consuling Office atau Pusat Perancangan Undang-Undang Parlemen Korea Selatan dinilai jauh lebih maju dan berkembang jika dibandingkan dengan DPR RI.

Kepala Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian (BK) DPR RI Asep Ahmad Saefulloh mengatakan, hal itu mengingat mereka memiliki sumber daya manusia yang secara kuantitas dan kualitas lebih baik dibanding DPR RI.

“Kita harus akui mereka lebih maju, lebih berkembang dari pada kita. Contohnya di sana mereka ini memiliki SDMnya 86, kita baru 48, itu legal drafternya. Belum bicara masalah kualifikasi pendidikan, begitu juga di dalam pembahasan fungsi anggaran mereka didukung oleh 156 orang, kita ini baru 33 orang,” kata Asep, usai pertemuan BK DPR dengan Pusat Perancangan UU Korsel di ruang rapat BK DPR, Jakarta, Kamis (22/12).

Kemudian, lanjut Asep,  di Korsel ada pemantauan pelaksanaan UU, sama yang di DPR. Namun di negera Ginseng tersebut personilnya harus doktor semua. Dijelaskannya, kedatangan mereka selain untuk mengetahui secara umum tugas dan fungsi DPR RI dari sisi anggaran dan legislasi, utamanya adalah soal penyusunan Rancangan Undang-Undang.

Mengingat hal ini cukup menarik, secara kapasitas pengembangan organisasi, Parlemen Korea Selatan perlu DPR RI pelajari. Akan tetapi dari segi fungsi sebagai sistem pendukung, hal itu tidak jauh berbeda dengan DPR RI.

Terkait banyaknya Undang-Undang yang dihasilkan oleh Parlemen Korea perorang (Legal Drafter) dalam setahun, hal ini dikarenakan adanya perbedaan sistem antara Parlemen Korea dan DPR RI.

Ia menjelaskan, mereka satu orang penyusun UU (Legal Drafter) dapat menghasilkan 200 UU selama setahun dan pertahun Parlemen Korea sendiri menghasilkan 30 ribu Undang-Undang untuk disahkan, hal itu karena mereka tidak adanya sistem perencanaan undang-undang atau program legislasi nasional (Prolegnas) seperti di DPR RI.

“Mereka bisa banyak sampai 200, karena tidak mempunyai sistem perencanaan UU, tidak ada prolegnas, sedangkan kita ada prolegnas sehingga tidak bisa sembarangan menyusun UU. Pusat Kajian anggaran, tidak bisa berinisiasi melakukan suatu kajian membuat naskah UU di dua prolegnas, karena itu dulu sudah pernah kita mencoba untuk  menyusun database saja sudah dipertanyakan oleh Anggota. Jadi kita terikat dengan adanya sistem perancanaan UU,” tegasnya.

Di Korsel, sebut Asep, mereka bebas jadi bisa saja banyak, meskipun mungkin hanya 10% dari yang dihasilkan dari sistem kantor perancangan UU itu yang bisa diterima di parlemen.

Sementara itu Koordinator Perancang UU di Bidang Politik, Hukum, dan Ham di Pusat Perancangan UU BK DPR RI, Mardi Santori memberikan tanggapannya soal banyaknya jumlah legal drafter, ketatnya kualifikasi kompetensi bagi legal drafter di Parlemen Korea Selatan. Hal ini berimpact pada kuantitas undang-undang yang dihasilkan.

Menurutnya, hal ini disebabkan karena mereka ditunjang oleh sumber dan kapasitas yang juga memadai, misalkan minimal bergelar doktor bagi legal drafter, sementara di DPR RI Legal Drafter yang ada  hanya memiliki 2 orang yang masih proses S3, Sisanya S2 dan S1. Jadi, Mardi menginginkan untuk adanya peningkatan kapasitas dalam bidang keilmuan dan keahlian.

“Yang pertama adalah dukungan dari BKD yang harus menganggarkan setidaknya sumber daya manusia yang ada harus di support untuk di sekolahkan baik di dalam atau di luar negeri. Sehingga pegawai diberi kepercayaan yang tinggi untuk memberikan dukungan keahlian kepada DPR,” tutupnya.

KEYWORD :

Warta DPR BK DPR Parlemen Korea




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :