Sabtu, 20/04/2024 10:34 WIB

Bachtiar Aly: Muskil Sekali Mengubah Dasar Negara

Bachtyar menegaskan komitmen kebangsaan nasional sudah finasl sebagaimana sudah diatur sedemikian kukuh bahwa Pancasila sebagai dasar negara

Bachtyar Aly

Palembang - Pimpinan Badan Sosialisasi MPR Prof. Dr. Bachtiar Aly menegaskan, jangan bermimpi untuk mengubah dasar Negara.  Karena, kata dia, komitmen kebangsaan nasional sudah finasl sebagaimana sudah diatur sedemikian kukuh bahwa Pancasila sebagai dasar negara.

“Jadi, untuk mengubah kita punya dasar negara sudah sangat tidak mungkin. Muskil sekali,” kata pria asal Aceh yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Nasdem MPR RI ini di depan 100 peserta Sosialisasi Empat Pilar dengan metode Outbound di Hotel Grand Zuri, Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu siang (16/9/2017).

Masih kata Bachtiar, Pancasila bukan hanya sekedar sebagai alat pemersatu.

“Kalau kita pakai Pancasila hanya sebagai alat pemersatu maka akan terjebak seperti keinginan DN. Aidit, Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI).  Aidit mengatakan, kalau kita sudah bersatu, kenapa pula kita pakai Pancasila,” ungkapnya.

Ketika menyampaikan materi tentang “Hak dan Kewajiban Warga Negara Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”, Bachtiar terlebih dulu menguraikan bagaimana para pendiri bangsa menyiapkan Indonesia sebagai sebuah negara merdeka dan bersatu.

“Jadi, kita punya visi, kita punya prinsip. Karena itu Anda boleh berbangga  bahwa negara ini bukan negara asal-asalan,” ucapnya.

Bachtyar menceritakan sejarah, bagaimana usaha persatuan yang digalang para pendiri bangsa Indonesia.

"Bayangkan, mana ada negara di dunia ini, sebelum eksis sebagai negara, pemuda-pemudi sudah bermimpi untuk memiliki satu bahasa, yaitu bahasa Indonesia. Itu terjadi pada 1928. Singkat cerita, dalam Kongres Sumpah Pemuda pada 1928, dengan peserta dari kalangan terbatas, para pemuda-pemudi kita berdiskusi, bukan dalam bahasa Indonesia melainkan bahasa Belanda.  Karena memang mereka adalah mahasiswa Kedokteran Stovia, sekolah paling elit pada masa itu," paparnya.

Ia melanjutkan Indonesia dirajut dengan semangat yang sama dari para pendiri untuk diikat dalam satu bahasa kebangsaan.

“Mereka ini bermimpi suatu waktu negeri  ini merdeka maka  kita akan mempunyai bahasa satu. Apa yang terjadi? Bahasa Indonesia itu bukan diambil dari bahasa mayoritas masyarakat Jawa, tapi yang dipilih bahasa Melayu," terangnya.

Lebih lanjut Bachtyar menyampaikan Ki Hadjar Dewantara, seorang tokoh pendidikan yang berasal dari suku Jawa, dengan jiwa besar mengatakan bahwa Bahasa Melayu memang bahasa yang dikenal sebagai bahasa perdagangan, bahasa pergaulan sehingga dikukuhkan menjadi bahasa persatuan.

Jadi dari segi bahasa, menurut Bachtiar Aly, perdebatan sudah selesai. Sementara itu, lanjutnya, masih banyak negara di dunia masih memperdebatkan soal bahasa persatuan. Karena itu, kata dia, seluruh rakyat Indonesia patut berbahagia bahwa  dari Sabang hingga Merauke seluruh masyarakat mengerti bahasa persatuannya yakni bahasa Indonesia.

“Kalau di sana sini masih ada dialeg yang tidak pas, itu ekses, tidak ada masalah. Karena  itu sikap toleransi diperlukan,” terangnya.

Bachtyar mengatakan keinginan yang sama juga mengemuka saat para pendiri bangsa akan merumuskan Pancasila. Rumusan Pancasila itu, menurut Bachtiar Aly,  diadopsi dari Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945.

Kala itu, imbuhnya, melalui tim kecil beranggotakan para negarawan yang dibentuk oleh Soekarno dan Hatta serta kawan-kawan, muncul kesepakatan untuk menghilangkan tujuh kata dalam Piagam Jakarta untuk diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dengan demikian, menurut Bachtiar, komitmen kebangsaan Indonesia juga sudah selesai.

"Maka jangan bermimpi untuk mengubabah kita punya dasar Negara. Itu sudah sangat tidak mungkin,” katanya.

KEYWORD :

Sosialisasi Empat Pilar MPR Bachtyar Aly Nasdem




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :