Kamis, 25/04/2024 17:37 WIB

Pemerintah Diminta Wacanakan Embargo Myanmar

Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah memberi kesimpulan bahwa militer Myanmar melakukan penyiksaan hingga pemerkosaan terhadap warga Rohingya di sana.

Keluarga muslim Rohingnya, Myanmar

Jakarta - Pemerintah Republik Indonesia dinilai perlu untuk mewacanakan bersama-sama dengan negara-negara ASEAN lainnya melakukan embargo ekonomi terhadap pemerintah Myanmar. Embagro itu dinilai sebagai salah satu sikap tegas agar pemerintah Myanmar mengakhiri penderitaan etnis Rohingya.

"Hal ini karena akar masalah atas etnis Rohingya adalah tidak diakuinya etnis Rohingya sebagai warga Myanmar. Bahkan ada kecenderungan pemerintah Myanmar melakukan ethnic cleansing dan genosida terhadap etnis Rohingya saat terjadinya konflik antar etnis atau konflik antar etnis Rohingya dengan otoritas Myanmar," tegas Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana dalam keterangannya, Sabtu (2/9/2017).

Hikmahanto mengatakan, penegakan hukum dan keamanan yang dilakukan oleh otoritas Myanmar sangat tidak proporsional dengan insiden yang terjadi. Hal itu, tegas Hikmahanto, berakibat pada banyaknya etnis Rohingya yang kehilangan nyawa dan juga banyaknya etnis Rohingya yang keluar dari Myanmar.

"Embargo ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah negara-negara ASEAN diharapkan didukung oleh pemerintahan dunia dan pada akhirnya melakukan hal yang sama," ucap dia.

"Embargo ekonomi akan berakhir saat pemerintah Myanmar mengubah kebijakannya dari tidak mengakui menjadi mengakui etnis Rohingya sebagai warganya," ditambahkan Hikmahanto.

Disisi lain Hikmahanto mengakui, ide embargo ekonomi ini memang akan berbenturan dengan larangan untuk melakukan intervensi urusan dalam negeri negara ASEAN sebagaimana diatur dalam Piagam ASEAN, bahkan bertentangan dengan cara pembuatan keputusan yang didasarkan pada konsensus. Namun, lanjut Hikmahanto, embargo ekonomi perlu dilakukan karena ASEAN tidak boleh membiarkan terjadinya kejahatan internasional yang dilakukan oleh suatu pemerintahan di lingkungan ASEAN.

"Tindakan mengecam dan meminta untuk menghentikan kekerasan tidaklah memadai. Bahkan memberi bantuan kemanusian hanya merupakan tindakan untuk memadamkan kebakaran. Tindakan tersebit tidak akan menyelesaikan secara tuntas apa yang dihadapi oleh etnis Rohingya," tandas Hikmahanto.

Seperti diketahui, bentrokan Rohingya menjadi eskalasi terbaru dari kekerasan yang telah melanda Rakhine sejak Oktober lalu. Militer Myanmar saat itu menuding Rohingya menyerang pos keamanan di perbatasan di Rakhine sehingga menewaskan sekitar sembilan polisi.

Aparat keamanan Myanmar diduga menyiksa hingga membunuh warga Rohingya dalam operasi balasan atas serangan tersebut. Tindakan secara membabi-buta itu menewaskan sedikitnya 80 orang dan memaksa sekitar 87 ribu Rohingya mengungsi ke luar Myanmar.

Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah memberi kesimpulan bahwa militer Myanmar melakukan penyiksaan hingga pemerkosaan terhadap warga Rohingya di sana.

Sekitar awal Agustus situasi di Rakhine kembali memburuk. Hal itu mengemuka ketika tentara kembali memulai operasi. Oprasi tersebut mengakibatkan ketegangan bergeser ke kota Rathetaung, di mana masyarakat Buddha dan Rohingya tinggal berdampingan.

KEYWORD :

Muslim Rohingnya Myanmar PBB




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :