Marlen Sitompul | Selasa, 06/06/2017 22:04 WIB
Ketua Umum Serikat Pekerja BUMN Arief Poyuono
Jakarta - Diterbitkannya PP 72/2016 tentang holdingisasi BUMN oleh Presiden Joko Widodo yang merubah PP 45/2005 yang dikeluarkan di era Pemerintahan SBY, telah menimbulkan kontroversi.
Demikian disampaikan Ketua Umum Serikat Pekerja
BUMN Arief Poyuono, dalam diskusi bertajuk "Polemik Holdingisasi
BUMN menurut PP 72/2016, Melemahkan atau memepkuat Peranan
BUMN hadapi Pasar Bebas", Jakarta, Jakarta (6/6).
Menurutnya, terbitnya PP 72/2016 tentang holdingisasi
BUMN itu justru akan membuat
BUMN akan lebih efisien, asal pelaksanaannya tidak menyimpang dari UU dan aturan yang berlaku.
"Holdingisasi akan memperkuat hak istimewa Pemerintah untuk tetap memiliki saham mayoritas di anak-anak perusahaan yang tergabung dalam holding," kata Arief.
Arief menegaskan, modal
BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dalam penjelasan UU Nomor 19 tahun 2003 yang dimaksud dengan kekayaan negara yang dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal pada
BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.
Pemerintah, kata Arief, dalam menyertakan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada
BUMN bersumber dari APBN, kapitalisasi cadangan dan dari sumber-sumber lainnya.
"Untuk penyertaan modal negara dalam rangka pendirian
BUMN atau perseroan terbatas yang dananya berasal dari APBN harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Termasuk juga setiap perubahan penyertaan modal negara, baik berupa penambahan maupun pengurangan, termasuk perubahan struktur kepemilikan negara atas saham Persero atau perseroan terbatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah," tegasnya.
"Jadi PP 72/2016 merupakan produk Peraturan untuk mengatur
BUMN dan tidak ada sama sekali yang dilanggar dalam pembentuk PP 72 tahun 2016 dari UU tentang keuang negara maupu UU tentang
BUMN," imbuhnya.
Sementara itu, aktivis Petisi 28, Haris Rusly menilai kebijakan pemerintah tentang holdingisasi yang tercantum dalam PP 72/2016 sudah sangat tepat hal ini untuk menyiapkan
BUMN bertempur dalam pasar melawan kompetitornya.
"Ini untuk menyiapkan
BUMN agar bisa melawan predator-predator yang selama ini menghambat sehingga keuntungan kepada negara menjadi tersendat," tandasnya.
Namun demikian, Haris mengingatkan bahwa holdingisasi
BUMN harus diikuti oleh penguatan sistem dan struktur di
BUMN itu sendiri sehingga rencana baik dalam PP tersebut terlaksana dengan baik.
"Penting untuk diikuti oleh pembenahan struktur dan penguatan sistem itu sendiri di
BUMN," ungkapnya.
Senada, Pakar Hukum Tata Negara dari UNDIP, Leo lapotukan menilai terbitnya PP 72/2016 merupakan kewengan pemerintah dengan tujuan yang positif.
"Saya melihat semangat yang ada dalam PP 72/2016 itu semangatnya positif," ungkapnya.
Leo menambahkan, dengan terbitnya PP 72/2016, pemerintah mendorong
BUMN mengakselerasi kegiatannya supaya bisa optomal dalam menjalankan tugas-tugasnya sehingga daya saingnya meningkat.
Jika kemudian, ada yang melakukan upaya hukum karena keberatan dengan PP 72/2016 itu, Leo mengatakan itu sah-sah saja dan merupakan hak setiap warga negara. Namun yang jadi pertanyaan, kenapa upaya hukum tersebut baru sekarang dilakukan.
"PP 72 harus didukung karena semangatnya bagus, semoga hakim nanti bisa memutuskan adil," tegasnya.
KEYWORD :
BUMN Menteri BUMN PP Holdingisasi