Jum'at, 19/04/2024 07:59 WIB

Dicaplok Mafia, GMPP Tuntut Lahan Kampus UTA 45 Kembali

Merujuk akta pernyataan tersebut, kata Ayub, PT. Graha Mahardikka seharusnya melaksanakan sejumlah kewajiban.

Ratusan mahasiswa dan pengelola Universitas 17 Agustus 1945 (UTA 45) yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Penegak Pancasila (GMPP) memprotes kejahatan mafia tanah

Jakarta - Ratusan mahasiswa dan pengelola Universitas 17 Agustus 1945 (UTA 45) yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Penegak Pancasila (GMPP) memprotes kejahatan mafia tanah yang mencaplok lahan Kampus UTA 45. Diduga pencaplokan melalui manipulasi data itu melibatkan oknum Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Jakarta Utara dan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Hal itu mengemuka saat GMPP menggelar aksi unjuk rasa di depan Sekolah Lantera Kasih, Jakarta, Selasa (23/5/2017). Mereka menenggarai para mafia itu didalangi pengusaha bernama Tedja Widjaja dan mantan Ketua Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 yakni Dedi Chayadi.

Koordinator Lapangan, Ayub Ibrahim dalam keterangan tertulisnya menerangkan manipulasi data dan perampokan aset tanah Yayasan UTA 45 dilakukan secara terstruktur lantaran saat itu melibatkan Ketua Yayasan Universitas yang kini telah dipecat. Tindakan para mafia tanah itu dinilai bukan hanya merusak tatanan kemasyarakatan Indonesia, tetapi sudah merasuki dunia pendidikan. Terlebih, kejahatan tersebut berdampak kepada Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.

"Aset Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta digelapkan dan dirampok oleh oknum mafia tanah," ungkap dia.

Lebih lanjut Ayub membeberkan kronologis penggelepan dan perampokan aset Yayasan 17 Agustus 1945 oleh oknum mafia tanah beserta jaringannya. Itu bermula ketika Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta melakukan perjanjian kerjasama dengan PT. Graha Mahardikka yang ditandatangani oleh Tedja Widjaja selaku Direktur Utama perusahaan tersebut sesuai dengan Akta Pernyataan Nomor 28 Tahun 2011 pada tanggal 10 Oktober 2011.

Merujuk akta pernyataan tersebut, kata Ayub, PT. Graha Mahardikka seharusnya melaksanakan sejumlah kewajiban. Yakni, membangun kampus 8 lantai; menyerahkan tanah seluas 5 hektar di Cimanggis/Depok/Cibubur sebagai gedung kampus II; dan menyerahkan pembayaran dalam bentuk tunai. Namun, tegas Ayub, hal itu hingga kini tak terralisasi.

"Sampai sekarang tidak pernah diselesaikan," terang dia.

Bukan memenuhi tanggung jawab, lanjut Ayub, Tedja Widjaja beserta istrinya Lindawati Lesmana dan pihak terkait justru ditenggarai menggelapkan surat-surat resmi kerjasama antara Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta dengan PT. Graha Mahardikka. Bahkan, ungkap Ayub, Tedja Widjaja disinyalir memalsukan tanda tangan pimpinan yayasan untuk melakukan tindakan penipuan dan menjual aset-aset yayasan kepada pihak lain.

"Tindakan Tedja Widjaja dan Dedi Cahyadi itu sebetulnya sudah beberapa kali dilaporkan ke Kriminal Khusus Polda Metro Jaya dan Harda Pidum Polda Metro Jaya dan sudah menjadi tersangka. Namun yang bersangkutan selalu lolos dari jerat hukum," ucap dia.

Sebab itu, tegas Ayub, GMPP akan terus berjuang agar lahan kampus dikembalikan. Dalam aksinya, GMPP juga mengusung beberapa tuntutan. Di antaranya, menolak keras segala bentuk manipulasi data yang mengakibatkan perampasan tanah Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta dan menolak tegas setiap upaya pemalsuan yang diduga telah dilakukan oleh Dedi Cahyadi dan mafia tanah.

"Kami tidak akan berhenti dan terus melakukan aksi supaya proses hukum ditegakkan dan lahan kampus UTA 45 dikembalikan," tandas Ayub.

KEYWORD :

Mafia Tanah UTA 45




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :