Kamis, 25/04/2024 12:25 WIB

Di Suropati, Aku Belajar Membaca

“Satu orang ajari satu orang,” kata pendiri Perpustakaan Jalanan AIUEO tersebut menirukan ucapan musikus reggae terkenal Bob Marley.

Perpustakaan Jalanan di Taman Suropati

Jakarta – Ramai dan mengasyikkan. Demikian dua kata yang pas untuk menggambarkan Taman Suropati di Minggu sore. Taman rindang yang terletak di Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat tersebut menjadi pilihan warga ibu kota, untuk melepas penat sebelum kembali berjumpa dengan awal pekan.

Meski ramai digandrungi tua muda, Taman Suropati rupanya tak hanya menjadi tempat rekreasi sesaat. Di tengah sayup-sayup bebunyian alat musik yang mengalun di pojok-pojok taman, seorang pemuda bernama Hary Fahrizal tampak sibuk dengan buku-bukunya.

Tak kurang dari 100 buku mulai dari politik, hukum, seni, sastra sampai komik ditata sedemikian rupa hingga membentuk pameran mini di atas ubin paving taman yang berwarna abu-abu.

“Silakan, Kak,” Hary mempersilakan kami yang baru saja tiba untuk melihat-lihat koleksi bukunya. Kami mengangguk mengiyakan.

Dari pantauan Jurnas.com, pameran mini milik Hary cukup diminati. Beberapa pengunjung tertarik nimbrung ikut membaca. Anak-anak kecil pun ketagihan mewarnai salah satu buku bergambar.

“Satu orang ajari satu orang,” kata pendiri Perpustakaan Jalanan AIUEO tersebut menirukan ucapan musikus reggae terkenal Bob Marley.

Hary yang saat ini berstatus sebagai mahasiswa hukum Universitas Islam Jakarta memilih Taman Suropati sebagai tempatnya menggelar baca buku gratis, karena lokasinya strategis, dan ramai dikunjungi setiap akhir pekan.

Kepada Jurnas.com, Hary menceritakan awal mula merintis AIUEO pada Oktober 2016 bersama satu orang temannya. Idenya kala itu ialah mendirikan sebuah tempat membaca yang mudah diakses oleh masyarakat.

“Kan publik tidak selalu bisa mengakses ke perpustakaan. Apalagi untuk meminjam buku di perpustakaan pada umumnya harus jadi anggota terlebih dahulu,” ucap dia.

Pada awal terbentuknya AIUEO, Hary mengakui koleksi bukunya sangat sedikit. Bagaimana tidak, dia hanya mengandalkan buku-bukunya sendiri.

Hary bersyukur, tidak sampai dua tahun kemudian, perpustakaan jalanan itu tumbuh hingga memiliki sepuluh orang anggota aktif, dengan koleksi bacaan yang semakin beragam.

“Prinsipnya tetap, satu orang ajari satu orang,” Hary mengulangi pernyataannya.

Lalu, siapa saja yang boleh meminjam buku di Perpustakaan Jalanan AIUEO?

“Bebas, siapa saja yang ingin membaca,” jawab dia. Tak hanya membaca di tempat sambil menikmati rindangnya Taman Suropati, buku koleksi AIUEO juga boleh dibawa pulang dengan tempo peminjaman selama satu minggu.

“Malah, kadang mereka pinjamnya satu buku, tapi balikin-nya jadi lima buku. Kita tidak takut bukunya tidak dikembalikan, karena kita juga komunikasi untuk memupuk kesadaran bahwa buku itu milik bersama,” terangnya.

Melalui perpustakaan jalanan itu pula, Hary mengingatkan masyarakat Indonesia, bahwa negara ini sedang dilanda kebutaan sebab rendahnya minat membaca. Hal inilah yang menyebabkan bangsa ini gampang terprovokasi dan terbelah.

“Pendidikan bukan untuk mencetak pekerja. Harusnya pendidikan itu jadi sarana perubahan,” tutur Hary.

Sementara beberapa pengunjung yang kami temui, merasa senang dengan keberadaan Perpustakaan Jalanan AIUEO di Taman Suropati. Novi, salah satunya, menjadikan perpustakaan jalanan tersebut sebagai sarana belajar sambil bermain untuk kedua anaknya.

“Saya memang langganan membaca di sini. Anak-anak juga senang bisa latihan mewarnai, atau kadang minta diajari membaca,” tutur perempuan 36 tahun tersebut.

KEYWORD :

Perpustakaan Jalanan Semangat Literasi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :