Kamis, 25/04/2024 08:32 WIB

Waduh, Banyak Pejabat Kemenkes Merangkap Komisaris BUMN Farmasi

Empat kementerian atau institusi terbesar yang

Penandatanganan Kerjasama PERSI dan Aqua Disaksikan Oleh dr. Andi Saguni Direktur Fasilitas Pelayanan Kesehatan KEMENKES RI

Jakarta - Sekitar 222 komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) rangkap jabatan dalam menjalankan tugasnya disuatu institusi atau kementerian. Rangkap jabatan itu dinilai berpotensi menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest) dalam menjalankan tugasnya.

Demikian disampaikan Komisioner Ombudsman, A. Alamsyah Saragih dalam diskusi bertajuk "Membedah Rangkap Jabatan Pejabat Pemerintah", di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/5/2017). Jumlah 222 jabatan itu hasil temuan Ombudsman dari 541 komisaris di sejumlah BUMN. Alamsyah tak menampik empat terbesar BUMN mencakup sektor perbankan & keuangan, infrasktruktur, pertanian, dan kesehatan dalam hal ini BUMN yang bergerak dibidang farmasi. Sementara empat kementerian atau institusi terbesar yang "menyumbangkan" pejabatnya menjadi komisaris yakni, Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kesehatan.

"Mohon maaf saya tidak bisa buka disini (siapa-siapa saja komisaris dan jabatan mereka di Kementerian). Teman-teman bisa buka dan lihat sendiri ini komsaris dirjen dimana," ujar dia.

Ombudsman, kata Alamsyah, khawatir rangkap jabatan itu menimbulkan konflik kepentingan. Utamanya terkait pelayanan publik. Misalnya terkait rangkap jabatan komisaris di BUMN yang bergerak di bidang farmasi.  "Misalnya di kesehatan, yang dia harus menjaga layanan kesehatan termasuk mengawasi BUMN yang berkaitan dengan penyediaan farmasi, orang-orangnya ada di (BUMN) Farmasi, bagaimana jika terjadi maladministrasi di penyediaan farmasi (obat-obatan)," kata dia.

Dimana hasil temuan Ombudsman, lanjut Alamsyah, hampir diseluruh BUMN farmasi besar, komisarisnya merupakan pejabat di Kementerian Kesehatan. "Saya lupa angkanya. Industri farmasi di BUMN kan banyak, ditiap itu ada. Industri farmasi besar rata-rata ada (pejabat Kemenkes di BUMN Farmasi). Rangkap jabatan itu dari kementerian ke BUMN farmasi," ungkap dia.

Alamsyah mengamini setiap rangkap jabatan seorang pejabat suatu instusi atau kementerian atas restu pimpinan atau Menteri. Tak terkecuali Menkes. "Yang masuk komisaris itu pasti izin atasan. Tapi ini harus clear, kalau ngga tiba-tiba ada apa dengan kita? Jangan-jangan jadi jembatan," tegas dia.

Sebab itu, kata Alamsyah, perlu ada sikap tegas mengenai persoalan rangkap jabatan ini. Terlebih rangkap jabatan pada BUMN yang strategis fungsi publiknya. Secara normatif, kata Alamsyah, rangkap jabatan sejumlah pejabat terkait pelaksanaan pelayanan publik ini dilarang sebagaimana diatur Pasal 17 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Selain berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, rangkap jabatan juga dikahatirkan menimbulkan pemborosan dan melanggar etika. 

"Maka dari itu segera lah harus diperbaiki. (misalnya) keluarkanlah PP, atau kalau memang ada BUMN tertentu yang strategis fungsi publiknya, kan bisa diterapkan dengan tidak menerima gaji yang rangkap tadi, jadi single salary," tandasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPK, Agus Rahardjo menyatakan jika dirinya menjadi salah satu orang yang tak setuju dengan rangkap jabatan pejabat pemerintah. Sebab, konflik kepentingan saat mereka menjalankan tugas sangat besar.  Ditegaskan Agus, rangkap jabatan itu seharusnya dihapuskan. Kemudian mulai dipilih orang-orang yang memiliki kemampuan serta waktu luang sehingga bisa kerja fokus menjalankan tugasnya sebagai komisaris di BUMN tertentu. 

Agus menekankan pentingnya pengawasan, baik itu dikementerian atau suatu institusi. Idealnya, pengawasan itu berdiri tanpa adanya intervensi. "Kalau dikatakan misalnya tadi BUMN farmasi, apa dia bisa mencegah gratifikasi ke dokter atau ngga?," ujar Agus Rahardjo.

Hal tak jauh berbeda juga disampaikan Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Waluyo. Ia menilai fenomena rangkap jabatan yang menimbulkan konflik kepentingan ini menjadi akar terjadinya kecurangan. Jika sebuah institusi atau organisasi bisa menghindari rangkap jabatan, kata Waluyo, hal itu bisa memudahkan dalam melakukan pencegahan adanya kecurangan atau korupsi.  "Adanya perbenturan kepentingan itulah akar sebab musabab terjadinya kecurangan atau korupsi," ungkap Waluyo.

KEYWORD :

KPK rangkap jabatan ombudsmen BUMN




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :