Jum'at, 19/04/2024 08:41 WIB

Ditanya Soal Megawati pada Sekarut BLBI, Ini Kata KPK

Dikatakan Basaria, kebijakan itu bisa saja menjadi tindak pidana korupsi jika dalam proses yang berjalan, ada suatu manfaat yang diambil oleh orang yang mengeluarkan kebijakan.

Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri (tengah) bersama Ahok-Djarot

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) enggan menyeret Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri dalam sengkarut kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) terkait pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) miliki pengusaha Sjamsul Nursalim.

Lembaga antikorupsi ini seakan melunak saat disinggung mengenai penerbitan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang penerbitan SKL BLBI oleh Megawati selaku presiden saat itu. Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan  mengakui kebijakan itu dikeluarkan oleh pemerintah yang saat itu dikomandoi Megawati Soekarnoputri.

"Memang itu adalah kebijakan pemerintah. Tapi itu tidak menjadi suatu tindak pidana korupsi. Kebijakan itu menjadi tindak pidana korupsi,  apabila di dalam proses berjalannya kebijakan itu ada sesuatu manfaat yang diperoleh untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain," ujar Basaria di Gedung KPK, Selasa (25/4/2017).

Lebih lanjut dikatakan Basaria, kebijakan itu bisa saja menjadi tindak pidana korupsi jika dalam proses yang berjalan, ada suatu manfaat yang diambil oleh orang yang mengeluarkan kebijakan. Dimana keuntungan atau manfaat itu bisa untuk kepentingan diri sendiri, kelompok atau orang lain.

"Kemungkinan bisa saja, tapi sampai hari ini kami fokus ke tersangka SAT (mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Syafruddin Arsyad Temenggung, yang seharusnya dibayar dulu Rp4,8 triliun, baru ada SKL," terang Basaria.

Terkait kasus korupsi SKL BLBI, kata Basaria, Sjamsul menerima SKL dari BPPN. Padahal, Sjamsul meski baru mengembalikan aset sebesar Rp 1,1 triliun dari yang seharusnya Rp 4,8 triliun.

KPK menduga Syafruddin "bermain" terkait penerbitan tersebut. KPK menenggarai Syafruddin telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang telah menyebabkan kerugian keuangan negara sekurangnya Rp 3,7 triliun.

Atas dugaan tersebut, Syafruddin dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Rp 3,7 triliun itu tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi, sehingga seharusnya masih ada kewajiban obligor sebanyak 3,7 triliun yang belum ditagihkan," ujar Basaria.

KEYWORD :

Kasus BLBI Megawati Soekarno Putri KPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :