Rabu, 24/04/2024 10:10 WIB

Pengelolaan Kelapa Sawit Rawan Korupsi

Selain itu, kementerian dan lembaga terkait belum berkoordinasi dalam penerbitan perizinan. Alhasil, masih terjadi tumpang tindih izin seluas 4,69 juta hektare.

Gedung KPK

Jakarta - Hasil kajian lembaga antikorupsi tahun 2016, pengelolaan kelapa sawit masih banyak menimbulkan masalah, bahkan rawan korupsi. Sektor tersebut rawan korupsi itu tak lepas dari lemahnya mekanisme perizinan, pengawasan, dan pengendalian.

"Korupsi dalam proses perizinan perkebunan kelapa sawit sering melibatkan kepala daerah. Seperti yang sudah ditangani oleh KPK, yakni Bupati Buol Amran Batalipu dan Gubernur Riau Rusli Zainal," kata Febri Diansyah dalam keterangan resminya, Senin (24/4/2017).

Berdasarkan kajian tahun 2016, kata Febri, pihaknya hingga saat ini menemukan belum ada desain tata kelola usaha perkebunan dan industri kelapa sawit yang terintegrasi dari hulu ke hilir.
Kondisi ini, ungkap Febri, tak memenuhi prinsip keberlanjutan pembangunan.

"Sehingga, rawan terhadap persoalan tata kelola yang berpotensi adanya praktek tindak pidana korupsi," ujar dia.

Dari sisi hulu, lanjut Febri, sistem pengendalian dalam perizinan perkebunan kelapa sawit belum akuntabel guna memastikan kepatuhan pelaku usaha.  Hal ini ditandai dengan tidak adanya mekanisme perencanaan perizinan berbasis tata ruang.

"Integrasi perizinan dalam skema satu peta juga belum tersedia," tutur dia.

Selain itu, kementerian dan lembaga terkait belum berkoordinasi dalam penerbitan perizinan. Alhasil, masih terjadi tumpang tindih izin seluas 4,69 juta hektare.

Sementara itu, pengendalian pungutan ekspor kelapa sawit di hilir belum efektif. Sebab, sistem verifikasi belum berjalan baik.

"Penggunaan dana kelapa sawit, habis untuk subsidi biofuel. Parahnya, subsidi ini salah sasaran dengan tiga grup usaha perkembunan mendapatkan 81,7 persen dari Rp 3,25 triliun alokasi dananya," terang dia.

Padahal, sambung Febri, seharusnya penggunaan dana terbagi untuk penanaman kembali, peningkatan sumber daya manusia, peningkatan sarana dan prasarana, promosi dan advokasi, dan riset.

Tak hanya itu, pungutan pajak sektor kelapa sawit tak optimal dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Tak efektifnya pengendalian pungutan ekspor ini mengakibatkan ada kurang bayar pungutan sebesar Rp 2,1 miliar dan lebih bayar Rp 10,5 miliar.

Tingkat kepatuhan pajak baik perorangan maupun badan juga mengalami penurunan. Sejak tahun 2011-2015, wajib pajak badan dan perorangan kepatuhannya menurun masing-masing sebanyak 24,3 persen dan 36 persen.

"Dari hasil kajian ini, KPK merekomendasikan Kementerian Pertanian dan kementerian/lembaga terkait harus menyusun rencana aksi perbaikan sistem pengelolaan komoditas kelapa sawit. KPK akan melakukan pemantauan dan evaluasi atas implementasi rencana aksi tersebut," tandas Febri.

KEYWORD :

Perkebunan Sawit Korupsi Sawit KPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :