Kamis, 25/04/2024 11:31 WIB

KPK Panggil Presdir Paramount Enterprise

Eddy diduga memberikan sejumlah uang kepada Panitera sekaligus Sekretaris PN Jakpus, Edy Nasution

Komisi Pemberantasan Korupsi

Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap Presiden Direktur PT Paramount Enterprise, Ervan Adi Nugroho, Rabu (28/12).

Ervan akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap pengamanan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tersangka mantan Presiden Direktur Lippo Group Eddy Sindoro.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi," kata Juru Bicara KPK Ferbri Diansyah saat dikonfirmasi.

Selain Ervan, penyidik KPK juga mengagendakan pemeriksaan terhadap Sekretaris Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Vika Andreani dan Yendra Andreani asal swasta. Mereka juga akan dimintai keterangan untuk tersangka Eddy Sindoro.

Sebelumnya, penyidik KPK telah menggeledah Kantor PT Paramount Enterprise International. Itu dilakukan setelah KPK menangkap tangan Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution yang diduga telah menerima suap dari Eddy Sindoro melalui Doddy Aryanto Supeno (DAS).

Eddy Sindoro ditetapkan tersangka oleh KPK lantaran diduga terlibat dalam kasus suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Eddy diduga memberikan sejumlah uang kepada Panitera sekaligus Sekretaris PN Jakpus, Edy Nasution. Pemberian uangnya bertujuan agar PK yang diajukan oleh perusahaan yang berdiri di bawah naungan Eddy bisa diterima.

Eddy disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 64 KUHP, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Diduga kuat Eddy merupakan pihak yang berkuasa atas pemberian uang 50.000 dolar Amerika Serikat ke Edy Nasution, terkait pengajuan PK atas perkara PT Across Asia Limited melawan PT First Media.

Kasus bermula bermula dari putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) pada 31 Juli 2013, PT AAL dinyatakan pailit. Meski begitu, hingga lebih dari 180 hari setelah putusan dibacakan, PT Across tidak mengajukan upaya hukum PK ke MA.

Namun untuk menjaga kredibilitas PT AAL yang juga sedang berperkara di Hongkong, Eddy menugaskan salah satu orang kepercayaannya, Wresti Kristian Hesti agar mengupayakan pengajuan PK di MA, meskipun batas waktunya sudah habis.

Untuk memuluskan meinginannya, Hesti pun menemui Edy Nasution di PN Jakpus pada Februari 2016.‬ Edy Nasution akhirnya setuju untuk menerima pengajuan PK yang telah lewat batas waktunya. Namun, dia meminta disediakan imbalan kepada Hesti.‬

Kemudian, pada Februari 2016, PT AAL menunjuk kuasa hukum baru, di antaranya Dian Anugerah Abunaim dan Agustriady. Penunjukkan kuasa hukum inilah yang kemudian dijadikan alasan bahwa putusan Kasasi belum pernah diterima, karena surat putusan dikirimkan kepada kuasa hukum yang lama.‬

Alasan tersebut juga jadi alasan Edy Nasution untuk menerima kembali pendaftaran PK. Atas pengurusan PK tersebut, Edy menerima uang sebesar 50.000 Dollar AS dari Agustriady.‬

Kasus yang menjerat Eddy merupakan pengembangan kasus sebelumnya yang telah menjerat Edi Nasution dan karyawan PT Artha Pratama Anugerah Doddy Aryanto Supeno. 

KEYWORD :

KPK Korupsi Eddy Sindoro Lippo Group




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :