Rabu, 24/04/2024 14:25 WIB

Suap Bakamla

Anggaran Dipangkas, Suap Pejabat Tak Juga Kandas

Laode menyesalkan mengapa anggaran proyek yang telah mengalami perampingan itu masih juga berujung rasuah.

Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang juga Plt Sestama Bakamla Eko Susilo Hadi memasuki mobil tahanan saat keluar dari Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/12/2016

Jakarta - Proyek pengadaan satelit pemantauan ini berasal dari APBN-P 2016 di Bakamla berujung rasuah setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkarnya melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (14/12). Sejumlah pihak ditetapkan sebagai tersangka terkait praktik suap dalam proyek pengadaan itu.

Anggaran dalam proyek pengadaan satelit pemantauan ini berasal dari APBN-P 2016 yang sudah dilakukan perampingan anggaran. Awalnya, total proyek ini bernilai total sekitar Rp 400 miliar. Kemudian menjadi Rp 200 miliar lantaran ada pemotongan anggaran.

"Kalau tidak salah dari uang itu,  karena ada pemotongan anggaran Rp 400 miliar lebih dijadikan Rp 200 miliar lebih," ungkap Wakil Ketua KPK, Wakil Ketua KPK Laode M Syarief di kantornya, Jakarta, Kamis (15/12).

Laode menyesalkan mengapa anggaran proyek yang telah mengalami perampingan itu masih juga berujung rasuah. Padahal, kata Laode, anggaran di sektor pertahanan ini sangat penting bagi Indonesia lantaran terkait dengan pertahanan negara."Disesalkan anggaran sudah dipotong masih juga disunat lagi," ujarnya.

"Ini sesuatu yang sangat tidak baik. Ini adalah anggaran dibuat di tengah tahun, tetapi harusnya dibuat, direvisi dengan upaya penghematan dan harus sudah terarah betul. Ternyata masih ada praktik-praktik korupsi di pengadaan ini. Pengadaan ini sangat strategis sifatnya utk kepentingan negara. Oleh karena itu, kami anggap sangat penting kalau anggaran untuk pertahanan dikorupsi maka ini berdampak sangat tidak baik terhadap ketahanan Republik Indonesia," ungkap Laode.

Keprihatinan juga disampaikan Ketua KPK Agus Rahardjo. Agus menyatakan prihatin lantaran anggaran yang telah mengalami perampingan itu masih ada dugaan korupsi didalamnya.

"Anda semua mungkin tahu, APBN-P (ini) direvisi, dikurangi karena keuangan negara sedang menurunkan jumlahnya dari yang telah direncanakan. APBN-P seharusnya untuk prioritas tapi malah ini APBN-P ada korupsi di dalamnya. Ini kita prihatin betul terhadal kejadian seperti ini," ungkap Agus.

Agus sendiri tak menampik peluang korupsi tidak serta merta hilang, meski proses tender proyek itu dilakukan secara online. "Tender online itu sama sekali tidak bisa menghilangkan (peluang korupsi). Karena itu juga terkait menentukan spesifikasi. Kan begitu spesifikasi mengarah pada orang tertentu maka sudah sulit untuk bersaing secara sehat di tender online," terang Agus.

Seharusnya, kata Agus, ada persaingan yang sehat dari para perusahaan yang mengajukan diri dalam sebuah tender. Akan tetapi jika sudah ada keputusan yang mengarah pada sebuah perusahaan yang menjadi pemenang tender, persaingan itu menjadi sulit.

"Kalau ini lelangnya sudah selesai. ‎Iya, (Eko berperan) membantu memenangkan PT MTI," terang Agus.

Agus memastikan, pihaknya tak berhenti pada pihak yang telah ditetapkan tersangka. KPK akan mendalami keterlibatan pihak lain. "Belum, belum (diketahui pihak lain yang terlibat), itu kita masih telusuri. Kan selalu follow the suspect, follow the money," tandas Agus.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat tersangka. Salah satunya Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi. Eko diduga menerima suap Rp 2 miliar terkait proyek itu pihak PT Melati Technofo Indonesia (MTI). Dari nilai proyek Rp 200 miliar itu, Edi dijanjikan 7,5 persen.

KEYWORD :

OTT Kamla Eko Susilo Hadi KPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :